nIiiIH........!!! tRiMa TiiNjuUuUu Gw

Entri Populer

Imam Ma’shum Bertaklid Buta Pada Umar bin Khattab

Ternyata Imam Ali yang ma’shum –bersih dari dosa– bertaklid buta pada Umar bin Khattab, sebuah kenyataan yang benar-benar menarik. Bulan Ramadhan telah tiba, kaum muslimin menyambutnya dengan gembira, nampak perubahan yang nyata di sekitar kita –masyarakat muslim Indonesia–, masjid-masjid yang biasanya melompong jadi penuh saat shalat tarawih –walau akhirnya kosong lagi setelah Ramadhan–, ini semua karena menyambut Ramadhan yang mulia. Kaum muslimin dari Maroko sampai Merauke –sampai ke negeri matahari terbit, bahkan sampai ke Amerika dan Eropa– melakukan shalat tarawih di malam-malam bulan Ramadhan, mengharapkan keridhaan Allah dan menggunakan kesempatan bulan Ramadhan untuk memperbanyak amal shaleh.
Tetapi ada sebagian mereka yang mengaku muslim, mereka tidak nampak bergembira di bulan Ramadhan. Mereka tidak pergi ke masjid untuk melakukan shalat tarawih, menghabiskan malamnya dengan ngobrol dan beraktivitas di rumah masing-masing. Ketika ditanya, mereka menjawab demikian: “Shalat tarawih itu buatan Umar bin Khattab, bukan ajaran dari Nabi, lihat saja di Shahih Bukhari, kitab Shahih kalian sendiri.” Mereka menghujat Umar bin Khattab, mengatakan bahwa kaum muslimin mengikuti ajaran Umar bin Khattab bukannya ajaran Nabi Muhammad. Inilah jawaban buat mereka. Siapakah mereka? Mereka itu ialah umat Syi’ah, yang katanya mengikuti Ahlul Bait –keluarga Nabi–.
Intinya mereka menolak shalat tarawih karena merasa bahwa orang pertama yang memulai shalat tarawih adalah Umar bin Khattab, sang pemusnah imperium persia raya –yang sedang dibangun lagi pada hari-hari ini–.
Tetapi setelah diteliti lagi dalam kitab-kitab literatur Syi’ah, ternyata kita temukan riwayat-riwayat dari para Imam yang merupakan keluarga Nabi memerintahkan untuk shalat tarawih.
Pertanyaannya, apakah mereka tidak pernah membaca riwayat mereka sendiri? Ini pertanyaan yang mengherankan, tetapi jika kita lihat realita mereka, akhirnya kita bisa memahami, kebanyakan umat Syi’ah di Indonesia orang intelek –akademisi– tapi mereka miskin dalam ilmu Syar'i, akhirnya terperangkap dalam ajaran yang memisahkan diri dari ajaran Islam yang dianut turun-temurun sejak zaman Nabi hingga hari ini. Apakah di antara mereka tidak ada ustadz yang belajar agama sehingga bisa mengakses kitab-kitab literatur induk dan menyampaikan isinya?
Mari kita simak beberapa riwayat:
Dari Abul Abbas dan Ubaid bin Zurarah dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam mengatakan: “Rasulullah SAW menambah raka’at shalatnya di bulan Ramadhan, setelah shalat atamah (shalat isya') beliau shalat lagi, orang-orang pun shalat di belakangnya, lalu beliau masuk ke rumahnya dan membiarkan orang-orang shalat di masjid. Lalu beliau keluar lagi ke masjid dan shalat lagi, orang-orang pun berdatangan dan shalat di belakangnya. Rasulullah SAW selalu masuk dan meninggalkan mereka.” Rasulullah SAW (atau Imam Al-Baqir) mengatakan: “Jangan shalat setelah isya' kecuali di bulan Ramadhan.” (Tahdzibul Ahkam, jilid. 3, Bab. Keutamaan bulan Ramadhan dan Shalat sunnah lebih dari shalat sunnah yang biasa dikerjakan bulan-bulan lain).
Artinya, Rasulullah selalu shalat tarawih setelah isya di bulan Ramadhan, ketika para shabat berdatangan untuk shalat di belakangnya, Rasulullah pun masuk, begitu berulang kali. Beliau juga bersabda: “Janganlah shalat sunnah setelah isya kecuali di bulan ramadhan.” Maksudnya bukan larangan shalat sunnah rawatib, tetapi shalat seperti shalat tarawih di bulan ramadhan.
Riwayat yang mirip juga disebutkan dalam Kitab Al-Kafi, jilid. 4, dan kitab Wasa'ilus Syi’ah, jilid. 8 dan dikuatkan dalam kitab Jawahirul Kalam fi Syarhi Syara'i Al-Islam, jilid. 13, hal. 140-141, Juga dalam kitab Ghana'imul Ayyam fi Masa'il Al Halal wal Haram, karya Abul Qasim Al-Qummi, jilid. 3, hal. 110-113).
Juga disebutkan dalam sebuah riwayat dari Imam Ja'far As-Shadiq: ketika Amirul Mukminin –Ali– tiba di kota Kufah, beliau memerintahkan Hasan bin Ali untuk mengumumkan: “Tidak ada shalat jama’ah di masjid pada bulan ramadhan”, lalu Hasan pun mengumumkannya di tengah masyarakat, mendengar pengumuman itu masyarakat berteriak: “Duhai ajaran Umar, duhai Ajaran Umar”, Hasan pun kembali menghadap Ali, dan Ali bertanya: “Suara apa itu?” Hasan menjawab: “Wahai Amirul Mukminin, orang-orang berteriak: ‘Duhai ajaran Umar, duhai ajaran Umar,’ lalu Amirul Mukminin mengatakan: “Shalatlah.” (Lihat Tahdzibul Ahkam, jilid. 3, Wasa'ilus Syi’ah, jilid. 8, hal. 17-48 Bab. Keutamaan bulan Ramadhan dan Shalat sunnah lebih dari shalat sunnah yang biasa dikerjakan bulan-bulan lain dan hadits ini juga dikuatkan dalam kitab Hada'iq Nazhirah fi Ahkam Al-Itrah At-Thahirah, karya Yusuf Al-Bahrani, jilid. 10, hal. 520-522).
Kita lihat bahwa Amirul Mukminin saja memerintahkan untuk shalat sunnah berjama’ah setelah isya di bulan Ramadhan. Padahal kita tahu bahwa imam Ali adalah ma’shum –diyakini oleh umat Syi’ah terpelihara dari kesalahan– seperti kita bahas pada makalah sebelumnya. Silahkan melihat kembali makalah itu di situs ini.
Ali memerintahkan untuk shalat tarawih, mengapa perintah Ali dianggap sebagai bid'ah?
Jika kita melihat jawaban yang muncul dari umat Syi’ah bahwa shalat tarawih adalah buatan Umar bin Khattab, ternyata riwayat-riwayat di atas sesuai dengan ajaran Umar bin Khattab. Ini bisa berarti dua hal, yang pertama, ajaran Umar bin Khattab sesuai dengan ajaran Nabi dan 12 imam ma’shum, atau para Imam Syi’ah menggunakan ajaran dari Umar bin Khattab.
Lagipula jika umat Syi’ah masih menganggap shalat tarawih sebagai bid'ah, mengapa para imam Syi’ah menyetujui bid'ah –bahkan mendukungnya– dan tidak menumpasnya? Padahal dalam kitab Syi’ah ada sebuah riwayat:
Dari Muhamamd bin Jumhur Al-Ammi, Rasulullah SAW bersabda: “Jika bid'ah telah tampak pada ummatku, maka orang yang berilmu harus menunjukkan ilmunya, jika tidak maka dia akan dilaknat oleh Allah.” (Lihat dalam kitab Al-Mahasin, jilid. 1, hal. 176–231 dan kitab Al-Kafi, jilid. 1).
Juga riwayat berikut:
Dari Abu Abdillah, dari ayahnya dan kakeknya: bahwa Ali mengatakan: “Orang berilmu yang menyembunyikan ilmunya akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan berbau busuk, dilaknat oleh setiap binatang di bumi, sampai binatang kecil pun melaknatnya.” (Al-Mahasin, jilid. 2, hal. 177-231).
Imam yang ma’shum bukannya melarang tersebarnya bid'ah tapi malah menggalakkan dan menyetujui bid'ah?, apakah Ali akan dibangkitkan dalam keadaan berbau busuk pada hari kiamat?? Atau dia akan terkena laknat Allah dan laknat dari binatang–binatang kecil??? [hakekat/syiahindonesia.com].

0 komentar: