nIiiIH........!!! tRiMa TiiNjuUuUu Gw

Entri Populer

Abu Hurairah Vs Jabir Al-Ju'fi


Abu Hurairah digugat!, Katanya karena meriwayatkan 5000 hadits hanya dengan tiga tahun masuk Islam. Tetapi ada perawi Syi’ah yang yang lebih dahsyat dari Abu Hurairah. Rupanya banyak teman Syi’ah –dan sunni– belum pada tahu tentang rahasia ini. Kita sering mendengar gugatan terhadap Abu Hurairah, seorang sahabat Nabi yang konon baru masuk Islam pada perang Khaibar. Mengapa Abu Hurairah digugat?, Karena Abu Hurairah yang hidup di Madinah selama tiga tahun sebelum wafatnya Nabi, meriwayatkan hadits lebih banyak dari Abu Bakar, yang masuk Islam pertama kali, dan lebih banyak dari Ali, orang yang beruntung dapat hidup di bawah asuhan Nabi Muhammad SAW. Konon Abu Hurairah meriwayatkan kurang lebih 5000 hadits sedangkan dia baru masuk Islam tiga tahun hingga Nabi SAW wafat, sedangkan Abu Bakar yang 22 tahun sebelum Nabi wafat riwayat haditsnya tidak sebanyak itu.
Salah satu pelopor gugatan ini adalah seorang ulama Syi’ah bernama Abdul Husein Syarafuddin Al-Musawi, yang menulis buku berjudul Abu Hurairah. Buku ini menjadi rujukan bagi Syi’ah untuk mengajak orang masuk madzhabnya dengan menjelek-jelekkan tokoh madzhab lain.
Logika ini digunakan untuk mengarahkan pembaca bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah adalah buatan sendiri, bukan hasil yang didengarnya dari Nabi. Lumrahnya, Abu Bakar lah yang mestinya meriwayatkan hadits Nabi lebih banyak ketimbang Abu Hurairah, begitu juga mestinya Ali meriwayatkan lebih banyak riwayat ketimbang Abu Hurairah, begitu juga dengan sahabat-sahabat Nabi lainnya. Namun di sini kita harus bersikap kritis dan tidak begitu saja percaya dengan logika sederhana ini. Apakah ada data-data yang belum disertakan, atau ada sebab-sebab lain hingga riwayat hadits dari Abu Bakar As-Shiddiq bisa sangat sedikit dibanding sahabat lain, apalagi dibanding Abu Hurairah.
Sebelum kita melanjutkan tentang Abu Hurairah ada baiknya anda simak kisah di bawah ini:
Pada suatu hari, seseorang sedang berada di angkot dalam perjalanan pulang dari kantor, seperti biasanya, angkot melaju pelan-pelan, sambil mengernyitkan dahi dia memandang ke arah penumpang angkot lainnya, tak lupa sambil menarik nafas panjang. Angkot berhenti di depan rumah sakit, seorang ibu naik bersama anaknya, sepanjang jalan anaknya gelisah, berteriak-teriak dengan suara keras, dia menolehkan kepalanya ke arah si anak dan memandangnya dengan pandangan kesal. Begitu juga penumpang lainnya. Beban pekerjaan di kantor, perjalanan yang macet, masih harus ditambah dengan suara gaduh anak kecil dalam angkot. Anehnya, si ibu memandang ke jalanan dengan pandangan kosong. Seorang penumpang dengan sewot mengatakan: “Ibu, tolong lah bu, anak anda begitu mengganggu”. Si ibu sepertinya kaget, lalu dengan lirih bergumam: “Maaf pak, ayahnya baru saja meninggal dunia, barangkali dia masih belum bisa menerima kenyataan ini”.
Barangkali pembaca pernah membaca cerita di atas. Barangkali juga belum. Cerita di atas adalah “Versi Indonesia” dari kisah yang mirip dan mungkin terjadi di dunia barat sana. Ternyata pikiran kita sangat mempengaruhi persepsi kita terhadap sesuatu. Yang sering tertipu ternyata bukan hanya mata, pikiran pun juga dapat tertipu. Pikiran bisa menipu kita ketika kita kekurangan data, atau ada sisi-sisi dari peristiwa yang belum kita ketahui. Segala sesuatu memiliki peluang untuk kita pahami secara berbeda. Dua orang bisa memiliki persepsi dan pemahaman yang berbeda dalam menilai sesuatu. Bahkan kita sendiri bisa dengan cepat merubah penilaian kita terhadap suatu peristiwa, contohnya seperti kisah di atas. Artinya bisa jadi penilaian kita terhadap sesuatu bukanlah hasil final, yang mencerminkan keadaan sesuatu itu yang sebenarnya.
Bisa jadi asumsi yang tercipta di benak kita keliru.
Mengapa Abu Hurairah meriwayatkan hadits lebih banyak dari Abu Bakar? Singkatnya, karena Abu Bakar wafat dua tahun setelah Nabi wafat, hingga tidak memiliki banyak murid seperti Abu Hurairah yang wafat tahun 57 H. Abu Hurairah memiliki murid yang banyak, disebutkan bahwa 800 orang baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in pernah mendengar hadits Nabi dari Abu Hurairah. Bisa dilihat dalam kitab Al-Isti’ab, Siyar A’lam Nubala, Hilyatul Auliya, Tahdzibul Kamal dan kitab-kitab lainnya. Maka tidaklah mengherankan jika riwayat Abu Hurairah sedemikian banyak tersebar dalam kitab-kitab hadits, jauh lebih banyak dibanding riwayat Abu Bakar. Begitu juga Ali, yang tidak memiliki murid sebanyak Abu Hurairah, namun riwayat Ali dalam kitab Ahlus Sunnah lebih banyak dari riwayat Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Juga Abu Hurairah selama tiga tahun kehidupannya di Madinah tinggal di masjid, termasuk mereka yang disebut sebagai Ahlus Suffah, yang tidak memiliki pekerjaan. Maka Abu Hurairah menggunakan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari Nabi. Sementara sahabat lainnya tidak memiliki waktu luang seperti Abu Hurairah, hingga Ibnu Umar pun pernah berkata pada Abu Hurairah, seperti dalam Sunan At-Tirmidzi: “Wahai Abu Hurairah, engkau adalah orang yang paling sering bersama Rasulullah SAW dan orang yang paling mengetahui haditsnya di antara kami.”
Demikian keterangan singkat mengenai Abu Hurairah.
Namun seperti yang kami jelaskan di atas, ada yang lebih “dahsyat” dari Abu Hurairah, yang dapat meriwayatkan 70.000 hadits dalam sekali pertemuan!!! Siapa dia?
Dialah Jabir Al-Ju’fi. Al-Hurr Al-Amili dalam Wasa’il Syi’ah, jilid. 20, hal. 151 mengatakan: “Dia meriwayatkan tujuh puluh ribu (70.000) hadits dari Al-Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu (140.000) hadits, nampaknya tidak ada perawi yang meriwayatkan hadits dari para imam secara langsung, yang lebih banyak dari Jabir.”
Sedangkan jumlah hadits dalam 4 literatur utama Syi’ah adalah sekitar 44.244 hadits, seperti tercantum dalam A’yanus Syi’ah, jilid. 1, hal. 248. Berarti bisa dibilang sebagian besar riwayat dalam literatur hadits Syi’ah adalah melalui perawi yang satu ini.
Lalu pertanyaannya, berapa lama Jabir Al-Ju’fi  menimba ilmu dari Abu Ja’far? Kita simak jawabannya dalam Rijalul Kisyi, jilid. 2, hal. 437, yang ditahqiq oleh Sayid Mahdi Raja'i, terbitan Muassasah Alul Bait ‘Alaihimus salam, Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.” Lalu dari mana Jabir Al-Ju’fi meriwayatkan puluhan ribu hadits jika hanya sekali bertemu Abu Ja’far?
Jika Abdul Husein Al-Musawi bisa menerima Jabir Al-Ju’fi, bahkan memujinya seperti dalam Al-Muraja’at (yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan judul: Dialog Sunnah - Syi’ah), lalu mengapa Abu Hurairah digugat? [hakekat/syiahindonesia.com].

0 komentar: