nIiiIH........!!! tRiMa TiiNjuUuUu Gw

Entri Populer















Puluhan mahasiswa Iran menyerang kedutaan Arab Saudi dengan bom molotov sebagai bagian dari aksi protes mereka atas peran negara Teluk itu dalam menekan pengunjuk rasa anti-pemerintah di Bahrain.
Kantor berita resmi IRNA mengatakan pengunjuk rasa mencoba mengibarkan bendera dari kelompok Hizbullah Libanon di gerbang kedutaan Saudi Senin kemarin (11/4), dan berhasil dicegah oleh polisi.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan menentang para pemimpin Saudi dan Bahrain,
yang keduanya merupakan pengikut Islam Sunni. Iran, sebagian besar penduduknya adalah kaum Syiah, mereka mencela pengerahan pasukan yang dipimpin Saudi untuk membantu menopang monarki Bahrain.
Sebuah tindakan keras pemerintah terhadap aksi protes Bahrain yang dipimpin kaum Syiah telah menewaskan sedikitnya 27 orang. Pihak berwenang mengatakan mereka melihat adanya pengaruh Iran di kalangan oposisi, meskipun belum ada link yang terlihat secara jelas. [fq/ap/erm].











Jakarta - Petugas Bea Cukai (BC) Pelabuhan Tanjung Priok berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 17.098 gram dari tangan tersangka warga negara Iran berinisial IRJ (42), Jumat (15/4). Tersangka berupaya menyelundupkan sabu melalui perlengkapan furniture (kursi) yang dilobangi bagian sandarannya. Sabu senilai Rp 39 miliar ini dikemas dalam empat kantong plastik berwarna hitam.
Keempat kantong ini disembunyikan dalam jok belakang tiga buah kursi yang terdapat dalam kontainer. Kontainer tersebut diangkut oleh kapal YM Portland Voy dari Iran
menuju Taiwan. Dari Taiwan diangkut menuju Indonesia menggunakan kapal Sunset Bay. Menurut Thomas kapal Sunset Bay ini tiba di Indonesia pada 24 Maret 2011.
Menurut Thomas Ditjen Bea Cukai melakukan penggeladahan karena kapal tersebut dicurigai membawa sabu. Sepekan lebih setelah merapat akhirnya digeledah. Setelah melakukan pemeriksaan di Balai Pengujian dan Indetifikasi Barang Ditjen Bea Cukai di Cempaka Putih, bubuk putih terebut terbukti dinyatakan sebagai Sabu jenis Methamphetamine.
Dirjen Bea Cukai Tanjung Priok, Thomas Sugiata, menjelaskan, tersangka IRJ diamankan tim customer narkotika bea cukai setelah melewati pengamanan x-ray. Busa yang seharusnya ada di dalam furniture, nampak berbeda dari biasanya.
"Penyelundupan sabu melalui furniture dilakukan sekitar pukul 03.00 WIB. Tim Customer Narkotika dengan dibantu petugas Polres KP3 langsung mengamankan tersangka IRJ setelah barangnya mencurigakan," kata Thomas kepada SP, Jumat (15/4).
Selain tersangka IRJ, petugas kemudian juga mengamankan dua tersangka lain berwarganegara Indonesia berinisial AGS (42), dan KWS (40). Total barang bukti yang disita diperkirakan senilai 36 milyar rupiah lebih. [sp/m.a/syiahindonesia.com].











Aksi pembakaran kitab suci Al-Quran yang baru-baru ini terjadi di Florida AS yang dilakukan pastor kristen, kini ditiru oleh beberapa orang yang mengaku sebagai orang Iran.
Situs sunni-news.net memberitakan adanya sebuah video yang diunggah ke situs berbagi video YouTube yang memperlihatkan aksi pembakaran kitab suci Al-Quran yang dilakukan oleh beberapa orang yang berbicara dalam bahasa Parsi Iran.
Dalam video diperlihatkan seorang gadis (yang tidak kelihatan wajahnya) berbicara dalam bahasa Parsi serta mengaku orang Iran menghina Islam serta Al-Quran dan juga menghina orang Arab sebelum akhirnya ia membakar kitab suci Al-Quran tersebut.
Video berlanjut dengan aksi pembakaran Al-Quran yang dilakukan oleh pemuda yang dalam aksinya membakar Al-Quran juga berbicara dalam bahasa parsi.
Untuk melihat video, klik disini. [fq/sunninews]

http://syiahindonesia.com/

Ketua Dewan Syura Jamaah Ahli Bait (Ijabi) Indonesia Prof Dr KH Jalaluddin Rakhmat (JR) tampil Sebagai pemateri tunggal dalam Dialog Muballigh dengan tema : “Syiah dalam Timbangan Alquran dan Sunnah”. Kamis Malam, 1 Januari 2009 di hotel horison Makassar. Dedengkot Syiah Indonesia, yang biasa disapa Kang Jalal ini, memaparkan makalahnya dengan judul “Mengapa Kami Memilih Mazhab Ahlulbait as.?”
Acara yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi dan Informasi Islam (LSII) Makassar , yang diketuai Syamsuddin Baharuddin dan didukung ICC dan Ijabi ini dihadiri tiga asatidzah dari Wahdah, yakni Ust. M. Said Abd.Shamad, Ust. M. Ikhwan AJ, Ust. Rahmat  AR dan beberapa ulama, cendekiawan dan muballigh Kota Makassar, di antaranya Prof. Dr. Rusydi Khalid, Prof.Dr. Ahmad Sewang, Prof.Dr. Qasim Mathar, Fuad Rumi, Das’ad Latif, DR.Mustamin Arsyad, MA.
Dalam sesi kedua, dialog yang dipandu oleh pengamat politik Islam UIN DR.Hamdan Juhannis ini, Ustadz Rahmat mendapat kesempatan pertama, mengutarakan argumen.
Ustadz yang merupakan Ketua Lembaga Kajian dan Konsultasi Syariah (LKKS) Wahdah Islamiyah ini, sebelum mengomentari makalah JR, mengatakan bahwa Ahlus Sunnah tidak pernah membenci Ahlul Bait, Ahlussunnah sangat paham terhadap Sunnah dan menjunjung tinggi wasiat Rasulullah untuk mencintai Ahlul Bait.
Dari makalah tersebut, Ustadz memberikan komentar tentang buku acuan yang dituliskan JR, “ini adalah suatu bentuk pengelabuan terhadap data, dalam pembicaraan tentang buku-buku yang diambil acuan ternyata tidak seperti apa yang dituliskan atau kurang menyimpulkan secara sempurna”.
Pembatasan Ahlul Bait hanya Ali, Fatimah, Hasan, Husain Radhiyallahu Ajmain
Misalnya, tentang pembatasan ahlul bait hanya Ali, Fatimah, Hasan, Husain Radhiyallahu Ajmain yang berkenaan dengan Surah Al Ahzab:33.
Disebutkan dalam makalah JR:
“Masih dari Ummu Salamah: Ayat ini-Sesungguhnya Allah…-turun di rumahku. Aku berkata:Ya Rasululah, bukannkah aku termasuk Ahlulbait?Beliau bersabda:Kamu dalam kebaikan. Kamu termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.. Ia berkata Ahlul bait adalah Ali, Fathimah, Al Hasan dan Al Husain. Kata Ibn Asakir:Hadits ini Shahih (Al Arbain fi Manaqib Ummil Mu’minin 106). Hadits-hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa ahlulbait itu tidak termasuk ke dalamnya istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ketua Departemen Dakwah DPP Wahdah ini sambil memegang laptop yang dilengkapi dengan program Maktabah Syamilah (kumpulan ribuan kitab), menegaskan bahwa adanya pembatasan tersebut di atas tidak sesuai dengan  apa yang ada dalam syarah Shahih Muslim yang bekenaan dengan hal tersebut.  Ketika kita kembali kepada surahAl Ahzab:33, ayat ini justru turun kepada Istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hadits yang menyebutkan pembatasan di atas sebenarnya tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Zaid Ibnu Arqam Radhiyallalu ‘Anhu yang disebut juga dalam penjelasan JR sebelumnya.
“Said Ibnu Arqam Radhiyallalu ‘Anhu ditanya tentang siapa itu  Ahlul Bait, apakah hanya khusus Ali, Fathimah, Al Hasan dan Al Husain? kata beliau Radhiyallalu ‘Anhu, bahwa istri-istri Nabi adalah ahlul bait beliau, kemudian siapa yang diharamkan memakan sedekah, beliau mengatakan alu ja’far, alu atiq, alu Abbas (HR.Muslim). Menurut Ustadz Rahmat bahwa semua itu dari keturunan bani Abdul Muttalib, dan tentu termasuk Istri-istri Nabi, sebab ayat tersebut memang turun untuk mereka.
Dari hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa JR hanya mengambil hadits yang mendukung pemahaman  Syiah, tanpa melihat hadits shahih yang lainnya, sehingga mengambil kesimpulan pembatasan ahlul bait yang keliru.
Masalah Kepemimpinan Setelah Rasulullah jatuh ke tangan Ali Radhiyallalu ‘Anhu
Contoh kedua, tentang Ayat Wilayah (kepemimpinan) yang tercantum dalam makalah. Disebutkan  pemimpin dalam alquran  disebut ‘waliy”. Al Quran sudah memberikan petunjuk siapa yang sepatutnya dijadikan pemimpin setelah Allah dan RasulNya: Sesungguhnya pemimpin kamu itu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat dalam keadaan rukuk (Al Maidah:55). Berkata Ibn Abbas, Al Suddi, Utbah bin hakim dan tsabit bin Abdullah:yang  dimaksud dengan orang-orang beriman yang mendirikan salat dan mengeluarkan zakat dalam keadaan rukuk adalah Ali bin Abi Thalib. Seorang pengemis lewat (meminta tolong) dan Ali sedang rukuk di Masjid. Lalu Ali menyerahkan cincinnya (tafsir al Tsa’labi 4:80).
Di antara rujukan yang dipakai JR dalam menetapkan sebab turunnya ayat ini adalah Tafsir Ibnu Katsir, namun setelah diperiksa ternyata Ibnu Katsir sendiri melemahkan riwayat yang menyatakan ayat ke 55 ini turun karena Ali ibn Abi Thalib dan menegaskan bahwa sebab turunnya ayat-ayat al-Maidah ini adalah untuk Ubadah ibn as-Shamit  Radhiyallalu ‘Anhu.
Sebelumnya, Ibnu Katsir menjelaskan makna (wa hum raki’un), bahwa kalimat ini bukan menunjukkan keadaan bagi orang yang berzakat sebab jika demikian berarti berzakat dalam keadaan ruku’ lebih afdhal dari berzakat tidak dalam keadaan ruku’ dan tidak ada seorang ulama pun yang mengatakan akan hal itu. Namun sayang JR tidak menyebutkan komentar Ibnu Katsir untuk sebab turunnya ayat ini, metode penetapan yang dipakai menyiratkan bahwa Ibnu Katsir sepakat dengan mazhab ini padahal itu jauh panggang dari api. (Tafsir Ibnu Katsir, Qs. Al-Maidah:55)
Tidak Mengakui Kedudukan Hadits perintah untuk kembali kepada “Al Qur’an dan Sunnahku”.
Terakhir, komentar Ustadz Rahmat, tentang hadits kembali  pada Al Quran dan Assunnah yang didhaifkan. Sayang JR tidak kembali ke perkataan al-Albani sebagaimana kuatnya, ia merujukkan hadits al-Qur’an dan al-Ithrah ke beliau, padahal al-Albani menshahihkan keduanya. (Hadits al-Kitab dan Sunnahku dishahihkan dalam Shahih at-Targib wat Tarhib, Hadits No. 40)
Hadits Itrati kalau dilanjutkan dalam As-Shahihah al-Albani sangat jelas mengatakan orang-orang Syiah menggunakan  hadits ini untuk membenarkan mazhab Rafidhah dan hal itu sama sekali tidak benar, tidak seperti itu, beliau bantah dalam kitab tersebut, bahkan dalam mukaddimah kitab tersebut.
Kitab lain yang dipakai oleh JR dalam membenarkan mazhabnya adalah Kitab as-Shawaiq al-Muhriqah karangan Ibnu Hajaral-Haitami, justru kitab itu untuk membantah Syiah, judulnya adalah: as-Shawaiq al-Muhriqah fi ar-Raddi ala Ahli ar-Rafdhi wa ad-Dhalali wa az-Zandaqah, ini bantahan Syiah yang “menuhankan” Ahlul Bait, namun sayang JR tidak jujur dalam mengambil pendapat-pendapat penulis.
“Seandainya ada waktu mengecek semua riwayat ini (dalam makalah JR), saya yakin bahwa riwayat-riwayat dalam buku tersebut, tidak seperti yang diinginkan Kang Jalal dalam Istidlalnya,” tegas Ustadz menutup komentarnya.
Pada kesempatan kedua, Ustadz Muh.Said Abd.Shamad, Lc mengutarakan komentarnnya. Ketua Dewan Syariah WI ini diawal pembicaraannya mengusulkan agar pembicaraan ini tuntas, “ Biar sampai jam 1 malam saya siap, karena kita mencari kebenaran,” katanya.
Ustadz juga sangat menyesalkan kepada panitia karena makalahnya tidak dibagikan sebelum hari H, sehingga tidak punya banyak waktu untuk mengkritisi.
Mencela dan Melaknat Sahabat Amr bin Ash
Pada sisi yang lain, Ustadz mengingatkan tulisan Supha Atana pada konferensi Syiah di Makassar beberapa waktu lalu, yang berjudul “Mahzab Cinta dan Akhlak” yang banyak memuji  JR sebagai Ulama dan Cendikiawan yang paling intens membicarakan dan menganjurkan Mahzab Cinta dan Akhlak. Supha Atana yang sekarang Pimpinan Iran Corner Unhas mengatakan juga bahwa andaikata tidak karena cinta dan akhlak maka setiap hari kita akan mengkafirkan orang lain.
Dan dalam forum malam ini JR mengemukakan hadits yang menurutnya sudah banyak dilupakan oleh kaum muslimin, yaitu bahwa darah kamu, harta kamu dan kehormatan kamu diharamkan dan tidak boleh dirusak. Ungkapan di atas sangat bertolak belakang sekali dengan tulisan JR dalam bukunya terbitan 2008 yang lalu yang sangat mempermalukan dan mengkafirkan Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam buku tersebut JR menyebut Sahabat  Amr bin Ash Radhiyallahu Anhu sebagai anak haram yang tidak diketahui bapaknya secara pasti dan dia sangat banyak dilaknat oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Siapa yang dilaknat oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berarti dilaknat oleh Allah.
Ternyata kitab rujukan JR adalah kitab golongan Syiah yang memang sangat membenci  Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sangat banyak memalsukan keterangan-keterangan dengan dalil-dalil yang lemah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga Imam Syafii mengatakan bahwa golongan yang paling berani dan paling banyak membuat kepalsuan dan dusta ialah golongan Syiah.
Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memuji Amr bin Ash dengan sabdanya: Manusia sekedar masuk Islam, tapi Amr Bin Ash masuk Islam dengan iman (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan Tirmidzi). Juga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Kedua anak al Ash (termasuk Amr bin Ash) adalah orang berimannya Qurais. Beliau masuk Islam dalam perjanjian Hudaibiyah kemudian ditugaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memimpin tentara Islam dalam perang Dzat al salasil dan selanjutnya ditugaskan sebagai penguasa di Oman. Beliau terkenal sebagai Panglima Islam yang banyak merebut daerah-daerah baru termasuk Palestina dan sekitarnya serta negeri Mesir, maka beliau ditunjuk sebagai Gubernur di Mesir oleh Muawiyah RA pada tahun 38 H. Beliau meriwayatkan 39 hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (lihat Nushatul Muttaqin Syarah Riyadul Shalihin Hal.1324). Oleh karena itu Ustadz Said meminta JR mempertanggung jawabkan tulisannya dengan dalil yang Shahih.
Mengkafirkan Sahabat Muawwiyah Radhiyallahu ‘Anhu
Selanjutnya, JR menulis tentang Sahabat Muawwiyah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa dia itu bukan saja fasik bahkan Kafir menurut  riwayat versi Syiah. Ustadz Said  sangat tersinggung akan hal tersebut.
Kata Ustadz, Muawiyah, iparnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan penulis wahyunya. Mungkinkah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memilih orang yang berjiwa kafir sebagai Penulis Wahyu? Juga Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu ditunjuk oleh Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu dan sesudahnya Khalifah Utsman juga menunjuk sebagai Gubernur di Syam. Bahkan beliau menjabat sebagai Khalifah sesudah Hasan bin AliRadhiyallahu ‘Anhu sekitar 20 tahun. Beliau meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebanyak 130 (lihat Nushatul Muttaqin Syarah Riyadul Shalihin Hal.1330).
Dan ternyata Muawwiyah Radhiyallahu ‘Anhu telah didoakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: Ya Allah jadikanlah iya orang yang memberi petunjuk, orang mendapat petunjuk dan berilah petunjuk manusia dengannya (Hadits Shahih riwayat at Tirmidzi). Begitu banyak kelebihan Muawiyah yang tidak dapat disebut satu per satu dapat kita lihat diantaranya dalam kitab al ‘awashim min al qawasim hal.202-210 karangan al Qadhi Abi Bakr al Arabi.
Bukan itu saja bahkan JR menulis dari sumber yang sama bahwa Muawiyah itu tidak senang mendengar nama Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu disebut dalam Adzan dan menganggapnya sebagai tanda bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat ambisius karena tidak senang kecuali namanya digandengkan dengan nama Allah Rabbul Alamin.
Beginikah Mahzab  cinta dan akhlak?dan beginikah menjaga kehormatan kaum muslimin?
“Kami, Pak Jalal, sangat sakit hati kalau keluarga kami dicela, apalagi dikatakan anak haram, dan dikafirkan. Tapi kami lebih sakit hati lagi kalau Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dikatakan anak haram, tidak ditau orangtuanya, dikatakan kafir,” Ungkap Ustadz dengan nada sedikit tinggi.
Lanjut Ustadz, Kalau tulisan JR yang berdasarkan keterangan yang lemah tersebut diterima, berarti kita mendustakan al Quran dan Hadits yang Shahih yang sangat banyak memuji para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan juga dapat berdampak kita meragukan al Qur’an yang telah dikumpulkan oleh para Sahabat dan juga menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mampu mendidik para Sahabatnya dengan baik. Naudzu Billahi min Dzalik dan sangat mengherankan JR sampai hati menulis tentang Sahabat dengan secara keji.
Ustadz sempat membacakan surah  al Fath   ayat 29: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir", Imam Malik mengatakan, orang-orang Syiah yang benci terhadap Sahabat adalah orang kafir berdasarkan ayat ini.
Fathimah Melaknat Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu (Pada akhirnya dikatakan Rasulullah dan Allah Melaknat Abu Bakar)
Dalam buku kecil yang memuat ceramah Asyura, JR mengatakan bahwa FatimahRadhiyallahu 'Anha telah mengutuk Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu karena tidak memberikan kepadanya harta peninggalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hal tersebut dibenarkan oleh JR berdasarkan hadits bahwa Fathimah itu adalah bahagian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Apa yang menjadikan Fathimah murka berarti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga akan murka dan melaknatnya dan apa yang dilaknat oleh Rasul berari dilaknat oleh Allah. Lalu JR membaca ayat surat al ahzab ayat 58.
Ustadz Said mengatakan bahwa sebenarnya Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu tidak memberikan harta peninggalan tersebut karena berdasarkan hadits yang shahih bahwa para Nabi itu tidak diwarisi, harta yang dia tinggalkan adalah menjadi sedekah (Hadits Bukhari Muslim).
Dan dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Fathimah telah memaafkan Abu BakarRadhiyallahu 'Anhu diahir hayatnya, setelah Abu Bakar datang menjenguknya dan meminta ridhanya (Hadits Riwayat Baihaqi dengan sanad yang kuat, lihat albidayah wa al Nihayah Juz V Hal.253)
Di akhir sesi dialog, Ustadz Said  dengan lantang menantang JR untuk berdiskusi pada waktu yang lain dan menegaskan bahwa Sunni-Syiah tidak akan mungkin dapat dipertemukan. Alasannya karena Sunni sangat menghormati Sahabat Abu Bakar, Umar, dan Ustman dan Ali Radhiyallahu 'Anhu Ajmain, sedangkang  Syiah hanya mengakui Syaidina Ali Radhiyallahu 'Anhu dan sangat mencerca tiga sahabat sebelumnya serta menganggap bahwa melaknat seluruh Sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam selain ahli bait dan pengikutnya, sebagai ibadah.
Lain halnya dengan Ustadz Ikhwan yang menjadi penanggap berikutnya, Ustadz memulai dengan sedikit nostalgia pada masa SMU, terkesan dengan buku karangan JR yang berjudul Islam Alternatif, “lama-kelamaan saya menyadari barangkali yang dimaksud JR Islam alternatife itu adalah Syiah”, ungkap Ustadz dengan nada bertanya.
Komentar Wakil Ketua Umum DPP WI ini selanjutnya, tentang ketertarikannya dengan ungkapan JR mengenai orang Syiah yang ahlul wara wal wafa, orang yang obyektif dan adil dalam memberi  penilaian. Ustadz sedikit terusik, dikatakan JR dalam bukunya  bahwa Imam Adzahabi menulis Mizanul I’tiqadi untuk memberi komentar kepada perawi dhaif.
Lanjut Ustadz, justru dalam mukaddimah Mizanul I’tiqadi diungkapkan bahwa, Imam Adzahabi mengatakan “saya tidak mengatakan semua yang saya sebutkan dalam buku saya, adalah perawi-perawi dhaif, tetapi orang-orang yang dianggap dhaif”. Maka dapat dikatakan itu adalah mizan (timbangan), apakah benar itu dhaif atau tidak.
“Makanya saya semakin terusik  lagi ketika sempat membaca kitab al Mustafa pada bagian masa muda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Pak Jalal di situ mengomentari seseorang yang sangat terkenal, Sufyan Ats Sauri disebut :yudallis (mengelabui) wayaktubu anil kadzabin (pembohong). Saya merasa terheran-heran karena sebelumnya saya pernah membaca tahzibut tahdzib Ibnu hajar, sebagian ulama mengatakan bahwa beliau  adalah amirul mukminin fil hadits. Di buku Mizanul I’tidal Di buku Mizanul I’tidal, ternyata  Sufyan Ats Tsauri adalah al Hujjah Ats Sabtu (Sumber yang dipercaya), ada kata yang tidak dimasukkan kang jalal, saya tidak tahu apakah itu kutipan langsung atau kutipan antara dari kitab sirah an nabi al a’dham.
Dikatakan bahwa: Laa ‘ibrata liman qala innahu yudallis (mengelabui)  wayaktubu anil kadzabin, yang artinya : tidak ada atau tidak dianggap (ini kata yang tidak dimasukkan), orang yang mengatakan bahwa ats Tsauri melakukan tadlis dan menulis dari orang-orang dusta. Sekali lagi saya tidak tahu dan saya tidak ingin menghakimi di sini apakah Pak Jalal menyengajakan diri mengutip atau tidak membaca”, terang Pengurus MUI Kota Makassar ini.
“Saya berharap bahwa kita dapat berjumpa di dalam media yang lebih tepat, dalam dialog yang lebih sehat dan dalam ruang yang lebih obyektif,” tutup Ustadz dalam komentarnya.`
Senada dengan Asatidzah Wahdah, Dr.Hj.Amrah Kasim, MA, Dosen UIN Alauddin Makassar di awal komentarnya menyatakan penolakannya terhadap ajaran Syiah. Lulusan Al Ahzar Kairo ini pernah menanyakan ke Ulama-ulama Al Ahzar, kenapa referensi Syiah tidak diajarkan di kampus yang dikenal menara ilmu ini. Lalu Ulama-ulama Al Ahzar menjawab: “Ya Binti, nahnu nuhibbu Rasulallah wa Ahlal Bait, wa lakin laa natasyayya’ ,” disambut teriakan Alllahu Akbar dari beberapa peserta, artinya: kami mencintai Rasulullah dan Ahlul Bait dan kami tidak bersyiah. “Sikap saya seperti itu juga, saya mencintai Rasulallah,  Ahlul Bait tapi saya tidak bersyiah,” tegas yang mengaku Azhary ini di dalam forum itu.
Kesalahan Fatal Menerjemahkan Penggalan Surah Al Maidah:55 dan Surah Al Ahzab:33
Yang kedua, yang dikomentari Direktur Pesantren Putri IMMIM Makassar ini setelah menyimak buah-buah pikiran  JR. Kesalahan fatal JR dalam  penerjemahan surah al Maidah:55 dalam penggalan ayat, …innama waliyyukum….   “ , suatu kekeliruan menerjemahkan innama menjadi sesungguhnya. “innama itu,  tidak bisa diterjemahkan sesungguhnya di situ, itulah salah satu perilaku orang Syiah dalam membelokkan  makna ayat untuk kepentingannya,” jelas istri Doktor Tafsir Al Ahzar, DR.Mustamin Arsyad MA ini.
Berikutnya, yang fatal sekali, tidak dimasukkannya Istri Nabi dalam Ahlul Bait. “Keluarnya zaujati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Ahlul Bait, saya pikir ini adalah suatu kekeliruan besar (disambut ucapan Allahu Akbar dari Ustadz Said). Saya banyak mengkaji buku-buku Syiah, memang metodenya sama, banyak membelok-belokkan makna ayat, “ tegasnya lagi.
Sementara itu, JR dalam jawabannya mengakui kesalahannya, termasuk tanggapannya terhadap  Dr. Hj. Amrah, tentang kesalahannya dalam menerjemahkan Al Qur’an surat Al Maidah: 55, JR minta maaf.
Sebagai kesimpulan dari dialog tersebut, JR yang terpojok dialog ini akhirnya berkilah kalau dirinya bukan syiah, “Saya cinta ahlul bait, dan Saya tidak jadi Syiah, (lalu dilanjut) tapi Syiah menurut definisi saya, dan itu definisi yang diajarkan oleh para iman ahlul bait kami,” kilah JR. Meskipun dari ucapan itu dapat dipahami hanyalah kedok semata, sebab selama ini JR selalu mengagung-agungkan mazhab Syiah, termasuk banyak mengangkat referensi syiah, bahkan JR dianggap sebagai pelopor Syiah di Indonesia.
Sebagai penguat, kami  kutip dua sms dari salah seorang tokoh dan pengamat Islam yang hadir malam itu ke asatidzah Wahdah:
“TADI MALAM, IJABI LAKSANA MULAI MENGGALI LUBANG KUBURNYA SENDIRI. MESKIPUN TAMPAKNYA MEREKA TDK MENYADARI DAN BOLEH JADI JUSTRU SEBALIKNYA.”
“ALHAMDULILLAH. SAYA TERINGAT, SEBAGAIMANA KETIKA BUKU ISLAM ALTERNATIF DITIMBANG O/ORG DEWAN DAKWAH, KETIDAKJUJURAN (KELICIKAN?) KANG JALAL SEMALAM, KEMBALI TERULANG-PAMER REFERENSI. TAPI MENGUTIP SEC TIDAK FAIR. SEMOGA KANG JALAL MAU MENYADARINYA. WALLAHU A’LAM”
Kepada para pengagum dan pengikut JR agar tidak menelan mentah-mentah pemikiran JR, yang  banyak mengambil dalil dan pendapat Ulama Ahlussunah secara sepotong-potong yang “menguntungkan” mazhabnya sendiri, namun perkataan yang membantah mazhab tersebut dari ulama yang sama tidak akan dikutip bahkan meskipun datang dalam konteks dan rujukan yang sama. Semoga Allah menunjuki kita semua jalan yang lurus dan mengembalikan ke jalan lurus itu orang-orang yang tersesat dan menyimpang. [whdh/syiahindonesia.com].

Abu Hurairah Vs Jabir Al-Ju'fi


Abu Hurairah digugat!, Katanya karena meriwayatkan 5000 hadits hanya dengan tiga tahun masuk Islam. Tetapi ada perawi Syi’ah yang yang lebih dahsyat dari Abu Hurairah. Rupanya banyak teman Syi’ah –dan sunni– belum pada tahu tentang rahasia ini. Kita sering mendengar gugatan terhadap Abu Hurairah, seorang sahabat Nabi yang konon baru masuk Islam pada perang Khaibar. Mengapa Abu Hurairah digugat?, Karena Abu Hurairah yang hidup di Madinah selama tiga tahun sebelum wafatnya Nabi, meriwayatkan hadits lebih banyak dari Abu Bakar, yang masuk Islam pertama kali, dan lebih banyak dari Ali, orang yang beruntung dapat hidup di bawah asuhan Nabi Muhammad SAW. Konon Abu Hurairah meriwayatkan kurang lebih 5000 hadits sedangkan dia baru masuk Islam tiga tahun hingga Nabi SAW wafat, sedangkan Abu Bakar yang 22 tahun sebelum Nabi wafat riwayat haditsnya tidak sebanyak itu.
Salah satu pelopor gugatan ini adalah seorang ulama Syi’ah bernama Abdul Husein Syarafuddin Al-Musawi, yang menulis buku berjudul Abu Hurairah. Buku ini menjadi rujukan bagi Syi’ah untuk mengajak orang masuk madzhabnya dengan menjelek-jelekkan tokoh madzhab lain.
Logika ini digunakan untuk mengarahkan pembaca bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah adalah buatan sendiri, bukan hasil yang didengarnya dari Nabi. Lumrahnya, Abu Bakar lah yang mestinya meriwayatkan hadits Nabi lebih banyak ketimbang Abu Hurairah, begitu juga mestinya Ali meriwayatkan lebih banyak riwayat ketimbang Abu Hurairah, begitu juga dengan sahabat-sahabat Nabi lainnya. Namun di sini kita harus bersikap kritis dan tidak begitu saja percaya dengan logika sederhana ini. Apakah ada data-data yang belum disertakan, atau ada sebab-sebab lain hingga riwayat hadits dari Abu Bakar As-Shiddiq bisa sangat sedikit dibanding sahabat lain, apalagi dibanding Abu Hurairah.
Sebelum kita melanjutkan tentang Abu Hurairah ada baiknya anda simak kisah di bawah ini:
Pada suatu hari, seseorang sedang berada di angkot dalam perjalanan pulang dari kantor, seperti biasanya, angkot melaju pelan-pelan, sambil mengernyitkan dahi dia memandang ke arah penumpang angkot lainnya, tak lupa sambil menarik nafas panjang. Angkot berhenti di depan rumah sakit, seorang ibu naik bersama anaknya, sepanjang jalan anaknya gelisah, berteriak-teriak dengan suara keras, dia menolehkan kepalanya ke arah si anak dan memandangnya dengan pandangan kesal. Begitu juga penumpang lainnya. Beban pekerjaan di kantor, perjalanan yang macet, masih harus ditambah dengan suara gaduh anak kecil dalam angkot. Anehnya, si ibu memandang ke jalanan dengan pandangan kosong. Seorang penumpang dengan sewot mengatakan: “Ibu, tolong lah bu, anak anda begitu mengganggu”. Si ibu sepertinya kaget, lalu dengan lirih bergumam: “Maaf pak, ayahnya baru saja meninggal dunia, barangkali dia masih belum bisa menerima kenyataan ini”.
Barangkali pembaca pernah membaca cerita di atas. Barangkali juga belum. Cerita di atas adalah “Versi Indonesia” dari kisah yang mirip dan mungkin terjadi di dunia barat sana. Ternyata pikiran kita sangat mempengaruhi persepsi kita terhadap sesuatu. Yang sering tertipu ternyata bukan hanya mata, pikiran pun juga dapat tertipu. Pikiran bisa menipu kita ketika kita kekurangan data, atau ada sisi-sisi dari peristiwa yang belum kita ketahui. Segala sesuatu memiliki peluang untuk kita pahami secara berbeda. Dua orang bisa memiliki persepsi dan pemahaman yang berbeda dalam menilai sesuatu. Bahkan kita sendiri bisa dengan cepat merubah penilaian kita terhadap suatu peristiwa, contohnya seperti kisah di atas. Artinya bisa jadi penilaian kita terhadap sesuatu bukanlah hasil final, yang mencerminkan keadaan sesuatu itu yang sebenarnya.
Bisa jadi asumsi yang tercipta di benak kita keliru.
Mengapa Abu Hurairah meriwayatkan hadits lebih banyak dari Abu Bakar? Singkatnya, karena Abu Bakar wafat dua tahun setelah Nabi wafat, hingga tidak memiliki banyak murid seperti Abu Hurairah yang wafat tahun 57 H. Abu Hurairah memiliki murid yang banyak, disebutkan bahwa 800 orang baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in pernah mendengar hadits Nabi dari Abu Hurairah. Bisa dilihat dalam kitab Al-Isti’ab, Siyar A’lam Nubala, Hilyatul Auliya, Tahdzibul Kamal dan kitab-kitab lainnya. Maka tidaklah mengherankan jika riwayat Abu Hurairah sedemikian banyak tersebar dalam kitab-kitab hadits, jauh lebih banyak dibanding riwayat Abu Bakar. Begitu juga Ali, yang tidak memiliki murid sebanyak Abu Hurairah, namun riwayat Ali dalam kitab Ahlus Sunnah lebih banyak dari riwayat Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Juga Abu Hurairah selama tiga tahun kehidupannya di Madinah tinggal di masjid, termasuk mereka yang disebut sebagai Ahlus Suffah, yang tidak memiliki pekerjaan. Maka Abu Hurairah menggunakan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari Nabi. Sementara sahabat lainnya tidak memiliki waktu luang seperti Abu Hurairah, hingga Ibnu Umar pun pernah berkata pada Abu Hurairah, seperti dalam Sunan At-Tirmidzi: “Wahai Abu Hurairah, engkau adalah orang yang paling sering bersama Rasulullah SAW dan orang yang paling mengetahui haditsnya di antara kami.”
Demikian keterangan singkat mengenai Abu Hurairah.
Namun seperti yang kami jelaskan di atas, ada yang lebih “dahsyat” dari Abu Hurairah, yang dapat meriwayatkan 70.000 hadits dalam sekali pertemuan!!! Siapa dia?
Dialah Jabir Al-Ju’fi. Al-Hurr Al-Amili dalam Wasa’il Syi’ah, jilid. 20, hal. 151 mengatakan: “Dia meriwayatkan tujuh puluh ribu (70.000) hadits dari Al-Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu (140.000) hadits, nampaknya tidak ada perawi yang meriwayatkan hadits dari para imam secara langsung, yang lebih banyak dari Jabir.”
Sedangkan jumlah hadits dalam 4 literatur utama Syi’ah adalah sekitar 44.244 hadits, seperti tercantum dalam A’yanus Syi’ah, jilid. 1, hal. 248. Berarti bisa dibilang sebagian besar riwayat dalam literatur hadits Syi’ah adalah melalui perawi yang satu ini.
Lalu pertanyaannya, berapa lama Jabir Al-Ju’fi  menimba ilmu dari Abu Ja’far? Kita simak jawabannya dalam Rijalul Kisyi, jilid. 2, hal. 437, yang ditahqiq oleh Sayid Mahdi Raja'i, terbitan Muassasah Alul Bait ‘Alaihimus salam, Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.” Lalu dari mana Jabir Al-Ju’fi meriwayatkan puluhan ribu hadits jika hanya sekali bertemu Abu Ja’far?
Jika Abdul Husein Al-Musawi bisa menerima Jabir Al-Ju’fi, bahkan memujinya seperti dalam Al-Muraja’at (yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan judul: Dialog Sunnah - Syi’ah), lalu mengapa Abu Hurairah digugat? [hakekat/syiahindonesia.com].


Nabi tidak jadi berwasiat karena perselisihan dan keributan mereka, kata Ibnu Abbas dengan penuh penyesalan. Siapa mereka yang berani membuat keributan di depan Nabi yang sedang sakit? Setelah melihat riwayat Ibnu Abbas pada makalah sebelumnya, yang menyatakan sebab mengapa Nabi tidak jadi menuliskan wasiat pada saat itu, penjelasan ini tidak lengkap rasanya jika tidak membahas siapa mereka yang menghalangi Nabi menuliskan wasiat.
Jawabannya ada dalam riwayat-riwayat berikut:
قال النبي صلى الله عليه وسلم هلم أكتب لكم كتابا لا تضلوا بعده فقال عمر إن النبي صلى الله عليه وسلم قد غلب عليه الوجع وعندكم القرآن حسبنا كتاب الله فاختلف أهل البيت فاختصموا منهم من يقول قربوا يكتب لكم النبي صلى الله عليه وسلم كتابا لن تضلوا بعده ومنهم من يقول ما قال عمر فلما أكثروا اللغو والاختلاف عند النبي صلى الله عليه وسلم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قوموا قال عبيد الله فكان بن عباس يقول إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين أن يكتب لهم ذلك الكتاب من اختلافهم ولغطهم. (البخاري حديث رقم : 5345 كتاب المرضى / باب قول المريض قوموا عني)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Mari aku tuliskan bagi kalian tulisan yang kalian tidak akan sesat jika mengamalkannya, Umar berkata: Nabi sedang sakit keras dan Al-Qur’an ada di tengah kalian, cukup bagi kami kitab Allah, lalu Ahlul Bait berselisih dan bertengkar, sebagian dari mereka mengatakan: dekatkan pena pada Nabi agar Nabi menulis wasiat yang kalian tidak akan sesat selamanya, sebagian lagi mengatakan seperti ucapan Umar. ketika mereka ribut dan berselisih di depan Nabi, Nabi bersabda: pergi kalian dari sini. Ubaidillah berkata: Ibnu Abbas mengatakan benar-benar musibah, yaitu perselisihan dan keributan mereka hingga menghalangi Nabi dari menulis wasiat. (Shahih Al-Bukhari, hadits no. 5345, Kitabul Mardha, Bab Qaulil Maridh Qumu Anni).
قال هلم أكتب لكم كتابا لن تضلوا بعده قال عمر إن النبي صلى الله عليه وسلم غلبه الوجع وعندكم القرآن فحسبنا كتاب الله واختلف أهل البيت اختصموا فمنهم من يقول قربوا يكتب لكم رسول الله صلى الله عليه وسلم كتابا لن تضلوا بعده ومنهم من يقول ما قال عمر فلما أكثروا اللغط والاختلاف عند النبي صلى الله عليه وسلم قال قوموا عني . قال عبيد الله فكان بن عباس يقول إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين أن يكتب لهم ذلك الكتاب من اختلافهم ولغطهم. ( البخاري حديث رقم : 6932 كتاب الاعتصام بالكتاب والسنة / باب كراهية الاختلاف)
Nabi bersabda: Mari aku tuliskan bagi kalian tulisan yang kalian tidak akan sesat jika mengamalkannya, Umar berkata: Nabi sedang sakit keras dan Al-Qur’an ada di tengah kalian, cukup bagi kami kitab Allah, lalu Ahlul Bait berselisih dan bertengkar, sebagian dari mereka mengatakan: dekatkan pena pada Nabi agar Nabi menulis wasiat yang kalian tidak akan sesat selamanya, sebagian lagi mengatakan seperti ucapan Umar. ketika mereka ribut dan berselisih di depan Nabi, Nabi bersabda: pergi kalian dari sini. Ubaidillah berkata: Ibnu Abbas mengatakan benar-benar musibah, yaitu perselisihan dan keributan mereka hingga menghalangi Nabi dari menulis wasiat. (Shahih Al-Bukhari, hadits no. 6932, Kitab Al-I’tisham bil Kitab was As-Sunnah, Bab Karahiyatil Ikhtilaf).
فقال النبي صلى الله عليه وسلم هلم أكتب لكم كتابا لا تضلون بعده فقال عمر إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد غلب عليه الوجع وعندكم القرآن حسبنا كتاب الله فاختلف أهل البيت فاختصموا فمنهم من يقول قربوا يكتب لكم رسول الله صلى الله عليه وسلم كتابا لن تضلوا بعده ومنهم من يقول ما قال عمر فلما أكثروا اللغو والاختلاف عند رسول الله صلى الله عليه وسلم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قوموا قال عبيد الله فكان بن عباس يقول إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين أن يكتب لهم ذلك الكتاب من اختلافهم ولغطهم. (رواه مسلم حديث رقم : 1637 كتاب الوصية / باب ترك الوصية لمن ليس له شيء يوصى فيه) .
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Mari aku tuliskan bagi kalian tulisan yang kalian tidak akan sesat jika mengamalkannya, Umar berkata: Nabi sedang sakit keras dan Al-Qur’an ada di tengah kalian, cukup bagi kami kitab Allah, lalu Ahlul Bait berselisih dan bertengkar, sebagian dari mereka mengatakan: dekatkan pena pada Nabi agar Nabi menulis wasiat yang kalian tidak akan sesat selamanya, sebagian lagi mengatakan seperti ucapan Umar. ketika mereka ribut dan berselisih di depan Nabi, Nabi bersabda: pergi kalian dari sini. Ubaidillah berkata: Ibnu Abbas mengatakan benar-benar musibah, yaitu perselisihan dan keributan mereka hingga menghalangi Nabi dari menulis wasiat. (Shahih Muslim, hadits no. 1637, kitab Al-Washiyah, Bab Tarkul Washiyyati liman laisa lahu syai’ yushi fiihi).
Akhirnya kita tahu siapa sebenarnya yang menghalangi Nabi menuliskan wasiat. Seperti selalu diklaim oleh kawan-kawan syiah, Ahlul Bait adalah ma’shum, artinya terpelihara dari dosa. Tetapi Ahlul Bait yang ma’shum di sini malah ribut sendiri, Nabi pun sampai marah dan terhalang dari menuliskan wasiat.
Sampai di sini, muncul satu pertanyaan di benak kita, ke mana Ali saat Nabi sakit atau saat peristiwa “tragedi hari kamis” (kata Abdul Husein Syarafudin Musawi dalam dialog sunnah - syiah-nya) atau peristiwa “kamis kelabu” (kata kawan kita yang satu itu)?
Mengapa Ali tidak langsung mengambilkan pena dan kertas? Ada apa di balik semua ini?
Syiah menuduh sahabat Nabi berkomplot untuk menggagalkan wasiat Nabi ini, apakah Ali ikut terlibat? [hakekat/syiahindonesia.com].

Para Imam Syi’ah Mengikuti Umar bin Khattab


Imam Syi’ah mengikuti ucapan Umar,yang dianggap keliru oleh Syi’ah hari ini. Mana yang benar, para imam Syi’ah -yang ma’shum-, atau penganut Syi’ah hari ini -yang tidak ma’shum-? Syi’ah selalu menggugat Umar bin Khattab karena mengatakan: “Cukup bagi kita semua kitab Allah”.
Perkataan ini digunakan untuk menghujat Umar dengan membabi buta tanpa berpikir panjang. Kebencian Syi’ah pada Umar begitu menggelora, membuat pemberian Allah yang berupa akal sehat, tidak lagi digunakan.
Dan anehnya lagi, Nabi tidak memprotes ucapan Umar bin Khattab. Ada dua kemungkinan dalam masalah ini;
Kemungkinan yang pertama, memang ucapan Umar itu benar, karena itu Nabi tidak menegur Umar dan memberitahu mana yang benar, ketika ada kesalahan yang dilakukan oleh sahabat, Nabi selalu menegur dan menunjukkan pada para sahabat mana yang benar. Tetapi kali ini Nabi diam dan tidak menegur Umar. Ini menjadi bukti persetujuan Nabi terhadap ucapan Umar.
Kemungkinan kedua, ucapan itu keliru, seperti diyakini oleh Syi’ah hari ini. Tetapi pertanyaan yang muncul adalah, mengapa Nabi diam saja menyaksikan penyimpangan yang dilakukan Umar? Mengapa Nabi tidak menegur Umar, akibatnya, dengan ucapan Umar yang keliru itu -menurut keyakinan Syi’ah-, dijadikan pegangan oleh banyak umat Islam.
Padahal ketika sesuatu terjadi di hadapan Nabi sedangkan Nabi diam saja tanpa bereaksi, maka itu dianggap sebagai persetujuan dari Nabi, yang memiliki kekuatan hukum dalam syareat. Salah seorang sahabat makan daging “dhabb” (binatang semacam biawak) di hadapan Nabi. Walaupun Nabi tidak ikut makan, tapi Nabi tidak melarang sahabat tadi. Ini menjadi dasar hukum bagi halalnya daging dhabb. Begitu juga saat Nabi diam saja membiarkan Umar, tidak menegurnya, dan tidak mengoreksi kesalahannya.
Ada dua asumsi kemungkinan yang lain yaitu, yang pertama, Nabi takut pada Umar, maka ketika Umar berpendapat keliru, bahkan menghalangi Nabi menuliskan wasiatnya, Nabi hanya diam seribu bahasa. Nabi rela tidak menuliskan wasiat yang kelak menjadi pegangan umat, karena takut pada Umar. Tapi ini amat sangat mustahil terjadi, karena tugas Nabi adalah menyampaikan risalah kebenaran, dan Nabi telah melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Dengan penuh keberanian, Nabi menentang dan menantang kaum Quraisy tanpa mengenal rasa takut sedikitpun. Nabi tetap tegas dan tegar dalam berdakwah, dengan lantang menyuarakan amanah ilahi, menjelaskan kesesatan kaum musyrikin Quraisy. Ancaman dan gangguan dari kaum Quraisy tidak menciutkan nyali Nabi. Jika Nabi tidak pernah merasa takut pada kaum Quraisy, apa yang membuat Nabi takut pada Umar? Tidak ada alasan bagi Nabi untuk takut pada Umar, apalagi dalam menyampaikan kebenaran. Mustahil sekali Nabi takut pada Umar dan sangat mustahil pula Umar dapat menghalangi Nabi dalam menyampaikan kebenaran. Ini jika dalam dada kita masih tertanam keyakinan, bahwa Nabi telah menyampaikan amanat yang diembannya dari Allah dengan sempurna.
Kemungkinan berikutnya, yaitu Nabi memang sengaja menyembunyikan wasiat, yang menurut sebagian Syi’ah, melindungi umat dari perpecahan. Ini lebih mustahil lagi, karena Nabi mendapat gelar Al-Amin sejak sebelum diangkat menjadi Rasul Allah, apakah mungkin bagi Nabi mengkhianati Allah dan menyembunyikan wahyu? Keyakinan ini dapat membuat seorang muslim kehilangan Islamnya, karena menabrak salah satu rukun iman, yaitu iman kepada Rasul, yang menuntut kita untuk percaya bahwa Rasulullah Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa ‘alihi wa sallam telah menyampaikan amanat ilahi, menyampaikan seluruh wahyu Allah yang turun.
Ketika memvonis ucapan Umar adalah keliru, Syi’ah harus menghadapi dua konsekuensi yang berat, dan memilih salah satunya. Yaitu; Nabi takut pada Umar, atau Nabi mengkhanati amanat risalah dan menyembunyikan kebenaran.
Di sisi lain, pernyataan Umar: “Cukup bagi kami kitab Allah” itu didukung oleh para Imam Syi’ah, seperti tertuang dalam kitab-kitab mereka berikut;
Al-Kafi, jilid. 1, hal. 61, Imam Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Kitab Allah, di dalamnya terdapat berita kaum sebelum kalian, dan berita apa yang terjadi sesudah kalian, pemutus perselisihan yang ada pada kalian, dan kami mengetahuinya.”
Al-Kafi, jilid. 1, hal. 60, Imam Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Setiap sesuatu yang diperselisihkan oleh dua orang, pasti ada penjelasannya dalam kitab Allah, tetapi akal manusia tidak menjangkaunya.”
Al-Kafi, jilid. 1, hal. 59, Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Sesungguhnya dalam Al-Qur’an memuat penjelasan segala sesuatu, demi Allah, Allah tidak meninggalkan sesuatu yang diperlukan oleh hamba-hambanya, melainkan telah menjelaskannya pada manusia hingga seorang hamba tidak akan bisa berkata: ‘Andai saja hal ini tercantum dalam Al-Qur’an, melainkan Allah telah menurunkan ayat tentang hal itu.’”
Bashairu Darajat, hal. 6, Imam Muhammad bin Ali Al-Baqir menyatakan: “Allah tidak meninggalkan sesuatu yang diperlukan oleh umat hingga hari kiamat, kecuali diturunkan dalam kitab-Nya dan dijelaskan kepada Rasul-Nya, dan Allah menjadikan batasan bagi segala sesuatu dan menjadikan segala sesuatu memiliki dalil yang menunjukkan padanya.”
Bashair Darajat, hal. 194, Imam Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Dalam Al-Qur’an terdapat berita langit, beritu bumi, berita kejadian yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi, Allah berfirman: “…Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, sebagai penjelas segala sesuatu…” (QS An-Nahl: 89).”
Tafsir Ali bin Ibrahim Al-Qummi, jilid. 2, hal. 451, menyebutkan: “Sesungguhnya dalam Al-Qur’an memuat penjelasan segala sesuatu, demi Allah, Allah tidak meninggalkan sesuatu yang diperlukan oleh hamba-hambanya, melainkan telah menjelaskannya pada manusia hingga seorang hamba tidak akan bisa berkata: ‘Andai saja hal ini tercantum dalam Al-Qur’an, melainkan Allah telah menurunkan ayat tentang hal itu.’”
Al-Mahasin, hal. 267, Imam Ja’far As-Shadiq mengatakan: “Segala sesuatu yang diperselisihkan oleh dua orang, pasti ada penjelasannya dalam Kitab Allah.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, surat An-Nahl ayat: 89, yang artinya sebagai berikut:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.” [hakekat/syiahindonesia.com].